AKU DAN IBUKU


BETAPA MULIA HATI SEORANG IBU
( Hermadi, S.Pd )

” Bangun nak,.. Sarapanmu sudah ibu siapkan di meja.”
Tradisi ini sudah berlangsung sekian tahun sejak pertama kali aku bisa mengingat. Dan kebiasaan ibuku tidak pernah berubah.

” Ibu sayang… tidak usah repot-repot bu, aku sudah dewasa. Aku sudah bisa mengambil sendiri ”  pintaku pada ibu pada suatu pagi. Dan wajah tuanya pun langsung berubah.

Ketika telah selesai Ibu mengajak aku dan adikku makan siang di meja makan, Buru-buru kukemasi semuanya, piring, panci sayur, garpu, cucian, dan lain-lain.  Ingin kubalas jasa ibuku selama ini dengan tenaga dan keringatku. Spontan raut wajah sedih ibu tak bisa disembunyikan.

Aku bertanya-tanya dalam hati, kenapa ibu mudah sekali sedih ? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami perasaan seorang ibu, ibuku sendiri.  Teringat dari sebuah artikel yang kubaca, orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap ke kanak-kanakan. Tetapi entahlah… yang jelas, niatku ingin membahagiakan ibuku, malah membuat ibu menjadi sedih. Seperti biasa, ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa.

Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya ” Bu, .. maafkan aku kalau telah menyakiti perasaan ibu. Sebetulnya apa yang membuat ibu sedih? “,  Kutatap sudut-sudut mata ibuku, ada genangan air mata di sana. Terbata-bata ibu menjawab : ” Ibu sadar nak, dan merasa bahwa kamu berdua tidak lagi membutuhkan ibu. Kamu sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri.  Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kamu, ibu tidak bisa lagi memberi jajanan untuk kamu. Ibu tidak boleh lagi menata tempat tidurmu, … semua sudah bisa kamu lakukan sendiri “

Ah, Ya Allah, untuk sejenak aku tidak bisa berkata apa-apa. Ternyata buat seorang Ibu.. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Meski putra-putrinya sudah dewasa sekalipun. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya.  Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih.

Terhadap kedua orang tua, kadang kita tidak pernah membuka diri berusaha untuk mengetahui arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Kita melihat kebahagiaan dari sudut pandang kita masing-masing.

Pantas saja aku sering melihat, seorang ibu yang sibuk bekerja menyiapkan ini itu, bahkan kadang tidak segan-segan mencuci piring dan menyapu, demi untuk melayani putra-putrinya. Semua akhlas dia kerjakan, tanpa membutuhkan upah dan pujian. Meski ia sendiri tahu, anak-anaknya sudah dewasa dan sudah bisa mengerjakan sendiri.

Diam-diam aku termenung, bertanya-tanya dalam hati, apa yang dapat kupersembahkan untuk ibuku dalam usianya dan usiaku sekarang ? Adakah ibu bahagia dan bangga pada putra-putrinyanya ? Aku dan adikku ?

Ketika suatu saat kutanyakan pada ibuku tentang kebahagiaan itu, Ibu menjawab : ” Banyak sekali nak,  kamu berdua memberi kebahagiaan pada ibu. Kamu tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kamu berprestasi di sekolah adalah kebanggaan. Setelah dewasa, kamu berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba Allah, itu juga kebahagiaan buat ibu. Ibu memelihara kalian sejak kecil, dan sekarang kalian berusaha untuk membalas membahagiakan ibu, itu adalah suatu kebahagiaan. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah letak kebahagiaan orang tua.”

Lagi-lagi aku hanya bisa mengucap dalam hati,  “Ampunkan aku ya Allah, kalau selama
ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada ibuku. Masih banyak alasan yang kusampaikan ketika ibu menginginkan sesuatu.” Betapa mulianya hati seorang ibu. Melalui liku-liku perjalanan hidupnya, seorang ibu masih tetap ingin berbuat banyak untuk kebahagiaan anak-anaknya. Betapa tepat Nabi Muhammad SAW mengisyaratkan kepada kita,  bahwa syurga terletak ditelapak kaki seorang ibu.

Aku merasa, ibuku seorang yang idealis, menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak, adalah hak prerogatifnya yang takkan pernah dilimpahkan kepada siapapun. Ah, maafkan kami ibu, selama lebih kurang 18 jam setiap hari, ibu seakan sebagai ” pekerja ” yang tak pernah mendapat upah. Dan juga tidak pernah mengenal lelah. Sanggupkah aku membahagiakan ibuku ya Allah ?

” Bangun nak.. sarapannya sudah ibu siapkan di meja.. ”
Kali ini aku segera melompat,  kubuka pintu kamar dan kudekap erat-erat kurangkul ibuku sehangat mungkin.  Kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya yang mulai redup, kubisikkan ditelinganya lekat-lekat dan kuucapkan.. ” Terimakasih ibu, aku beruntung sekali memiliki ibu yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan ibu “. Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan.

Aku ini milikmu, ibu. Aku masih sangat membutuhkanmu.. maafkan kami yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat ibu.

Tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat “Aku sayang padamu”. Namun begitu, Allah menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai dengan perlakuan yang bisa kita lakukan. Dan .. aku sudah melakukan, kupeluk erat-erat ibuku. Tanpa disadari, air mata kamipun berlinang.

Ya Allah, cintailah ibuku, cintailah ayahku, karena mereka mencintaiku dengan seluruh hidupnya. Beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan ibuku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan ayahku. Dan jika tiba saatnya nanti satu persatu Kau panggil, terimalah dan jagalah mereka disisiMu.  Ya Allah, … titip ibu dan ayahku.  Ampuni dosa-dosanya, sebagaimana mereka tidak pernah mengingat kesalahan-kesalahanku.  Juga ampuni dosa-dosaku.

” ROBBIGHFIRLII WALIWAALIDAYYA WARHAMHUMAA KAMAA ROBBAYAANII SHOGHIIROO “

Artinya dalam Bahasa Indonesia :

“ Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah ibuku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku masih kecil ”

Yaa … Allah, hanya kepadaMU kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami menyerahkan hidupku.

رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَاالنَّارِ

“ Robbana atinna fii dunya khasanah wa fil akhiroti khasanah waqinna adzabannar “

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Amin

===hermadi===

Comments
One Response to “AKU DAN IBUKU”

Tinggalkan komentar